dampak media sosial

Media Sosial Bisa Jadi Pemicu Kecemasan dan Depresi di Kalangan Gen Z

Dalam era digital yang terus berkembang, internet telah menjadi elemen esensial dalam kehidupan manusia. Berdasarkan data terbaru dari We Are Social, pada tahun 2024, pengguna internet di Indonesia mencapai angka 185 juta orang. Setiap harinya, masyarakat Indonesia menghabiskan rata-rata 7 jam 38 menit untuk berselancar di dunia maya, di mana 3 jam 11 menit di antaranya dihabiskan untuk menggunakan media sosial.

Platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook, yang dimiliki oleh perusahaan teknologi besar seperti Meta, kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Generasi Z. Menurut survei yang dilakukan oleh Meta, 85% dari Generasi Z menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan teman, membangun jaringan, hingga mengekspresikan diri. Generasi Z, yang terdiri dari mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, adalah kelompok yang sangat terpapar oleh disrupsi digital dan tumbuh dalam lingkungan di mana media sosial memainkan peran sentral.

Namun, di balik manfaat yang ditawarkan, media sosial juga menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan mental, terutama bagi Generasi Z. Menurut Wijayanto, Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro, kelompok ini adalah yang paling terpapar dampak negatif dari media sosial karena intensitas penggunaannya. Gen Z kerap membandingkan kehidupan mereka dengan citra ideal yang sering ditampilkan di media sosial, yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan mental mereka.

Dampak Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental Generasi Z

  1. Ketidakpuasan Terhadap Kehidupan Sendiri Media sosial sering kali memfasilitasi para penggunanya untuk mengekspresikan diri dan berbagi momen berharga dalam hidup mereka. Namun, di sisi lain, media sosial juga menciptakan ilusi bahwa kehidupan orang lain selalu lebih baik dan lebih sempurna. Hal ini memperkuat kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. “Media sosial cenderung hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan seseorang, sehingga menciptakan persepsi yang keliru di kalangan audiens, khususnya Generasi Z,” jelas Wijayanto dalam diskusi daring pada tanggal 6 Oktober 2024.

Perilaku membandingkan diri dengan orang lain ini menimbulkan perasaan tidak puas dengan hidup sendiri. Gen Z, yang tumbuh di era digital, terpapar lebih intens oleh gambaran-gambaran kehidupan ideal yang sering dipamerkan di media sosial. Akibatnya, mereka sering merasa bahwa hidup mereka tidak sebaik orang lain, yang bisa memicu kecemasan, depresi, dan rendahnya rasa percaya diri.

  1. Rasa Gagal dalam Hidup Di media sosial, tidak hanya gaya hidup yang menjadi sorotan, tetapi juga pencapaian individu dalam karier, hubungan, dan fisik. Tekanan ini menciptakan standar yang tidak realistis bagi Generasi Z. Mereka sering kali merasa gagal ketika mereka tidak dapat memenuhi ekspektasi yang dibangun di media sosial. Standar-standar yang tinggi ini bisa menciptakan perasaan gagal dalam hidup yang sangat mengganggu kesejahteraan mental.

Aurora Ardina Fawwaz, seorang Peer Counselor dari komunitas Kita Teman Cerita, menjelaskan bahwa tekanan untuk memenuhi standar tersebut berdampak signifikan pada kesehatan mental Gen Z. “Munculnya standar ini tidak hanya memicu kecemasan dan stres, tetapi juga dapat menyebabkan depresi bahkan perasaan terisolasi atau kesepian,” jelas Aurora. Gen Z yang secara sosial terhubung erat dengan media sosial kerap kali merasa terjebak dalam lingkaran perbandingan yang merugikan diri mereka sendiri.

Baca Juga: Muhadjir Dorong Kampus Perbanyak Program Vokasi untuk Hadapi Bonus Demografi

Bagaimana Mengatasi Dampak Negatif Media Sosial pada Generasi Z

  1. Pengendalian Waktu Penggunaan Media Sosial Salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif media sosial adalah dengan membatasi waktu yang dihabiskan untuk menggunakannya. Gen Z harus mulai lebih bijak dalam mengelola waktu di media sosial, baik dengan menetapkan waktu khusus untuk membuka aplikasi tersebut, maupun dengan menggunakan fitur-fitur pengingat waktu yang disediakan oleh beberapa platform.
  2. Fokus pada Aktivitas Positif dan Produktif Alih-alih hanya menghabiskan waktu di media sosial, Gen Z dapat diarahkan untuk fokus pada aktivitas yang lebih produktif seperti olahraga, membaca, atau mengembangkan keterampilan baru. Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan fisik, tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan mental.
  3. Kritisi Konten di Media Sosial Penting bagi Generasi Z untuk memiliki pemahaman bahwa tidak semua yang terlihat di media sosial adalah kenyataan yang sesungguhnya. Banyak konten di media sosial yang telah melalui proses kurasi dan editing untuk menampilkan sisi terbaik kehidupan seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya edukasi tentang pentingnya mengkritisi konten yang mereka konsumsi agar tidak terjebak dalam perbandingan yang merugikan.

Kesimpulan

Penggunaan media sosial yang tinggi di kalangan Gen Z dapat membawa dampak positif maupun negatif. Sementara platform ini memberikan ruang untuk berkomunikasi dan berekspresi, dampaknya terhadap kesehatan mental, terutama terkait dengan kecemasan, depresi, dan perasaan gagal, tidak bisa diabaikan. Bijak dalam menggunakan media sosial dan menyadari realitas di balik konten yang dipublikasikan adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental di era digital.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top