tunjanan kinerja dosen

Mengkritisi Skema Baru Tunjangan Kinerja Dosen: Keadilan atau Ketimpangan?

Tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia kembali menjadi perbincangan setelah Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan bahwa tukin bagi dosen di perguruan tinggi negeri (PTN) tetap akan diberikan pada tahun 2025. Keputusan ini datang di tengah kebijakan efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Namun, skema pembayaran tukin ini menimbulkan sejumlah pertanyaan dan kritik dari berbagai pihak, terutama mengenai keadilan dan ketimpangan dalam penerapannya.

Tukin Dosen ASN: Siapa yang Berhak?

Saat konferensi pers di Gedung DPR RI pada 14 Februari 2025, Sri Mulyani menyebutkan bahwa dari total 97.734 dosen ASN, hanya tiga kategori yang dijamin akan mendapatkan tukin:

  1. Dosen PTN Badan Layanan Umum (PTN BLU) yang belum menerapkan remunerasi
  2. Dosen PTN Satuan Kerja (PTN Satker) Kemendikti Saintek
  3. Dosen PNS di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti)

Dosen di PTN yang sudah menerapkan skema remunerasi, seperti PTN Badan Hukum (PTN BH) dan sebagian PTN BLU, tidak akan mendapatkan tukin dari pemerintah, melainkan harus mengandalkan skema pembayaran dari masing-masing perguruan tinggi.

Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kesetaraan di antara sesama dosen ASN. Seharusnya, semua dosen ASN, tanpa terkecuali, mendapatkan hak yang sama atas tunjangan kinerja, mengingat mereka memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang sama di dalam sistem pendidikan tinggi nasional.

Ketimpangan dalam Pemberian Tukin

Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang ASN menyebutkan bahwa semua ASN, termasuk dosen, harus memenuhi asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku yang sama. Sebelum diangkat sebagai ASN, mereka juga mengucapkan sumpah yang sama. Tugas dan tanggung jawab dosen ASN juga telah diatur dalam Pasal 72 UU No. 14 Tahun 2025 tentang Guru dan Dosen, di mana mereka diwajibkan untuk menjalankan Tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja minimal 12 SKS dan maksimal 16 SKS per semester.

Jika seluruh dosen ASN memiliki kewajiban yang sama, mengapa ada perlakuan yang berbeda dalam pemberian tunjangan kinerja? Kebijakan ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam sistem penggajian dosen ASN, yang berpotensi menimbulkan ketidakpuasan di kalangan akademisi.

Seharusnya, ada satu standar nasional untuk tukin dosen yang berlaku untuk semua ASN, yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres). Jika pun ada tunjangan tambahan di luar tukin standar, itu dapat diserahkan kepada masing-masing PTN berdasarkan kapasitas keuangan dan beban kerja dosen di institusi tersebut.

Baca Juga: Rencana Pemberian Izin Tambang ke Perguruan Tinggi Menuai Kritik Tajam

Tunggakan Tukin Dosen 2020-2024: Masalah yang Belum Terselesaikan

Selain ketimpangan dalam skema baru, ada masalah lain yang belum terjawab, yaitu tunggakan tukin dosen ASN di lingkungan Kemendikbudristek (sekarang Kemendikti Saintek) selama periode 2020-2024. Berdasarkan Permendikbud No. 49 Tahun 2020, seluruh pegawai ASN di Kemendikbud berhak menerima tunjangan kinerja sejak tahun 2020. Namun, hingga awal tahun 2025, tukin tersebut belum juga dibayarkan.

Yang menjadi ironi, tunggakan tukin bagi dosen dan guru ASN di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2015-2018 telah dibayarkan pada tahun 2021. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa hak dosen ASN di Kemendikti Saintek tidak mendapatkan perlakuan yang sama?

Keputusan untuk mengabaikan tunggakan tukin selama empat tahun bertentangan dengan prinsip kepatuhan terhadap hukum yang seharusnya menjadi pedoman utama bagi pemerintah. Jika tidak ada kejelasan mengenai pembayaran tunggakan ini, maka kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah dalam mendukung kesejahteraan dosen akan semakin menurun.

Ketidakjelasan Besaran Tukin dalam Skema Baru

Skema baru yang disusun oleh Kementerian Keuangan juga masih menyisakan pertanyaan terkait besaran tukin yang akan dibayarkan. Apakah besaran tukin sesuai dengan yang tercantum dalam Kepmendikbudristek No. 447/P/2024, ataukah hanya diberikan dalam bentuk selisih setelah dikurangi tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan?

Berikut adalah besaran tukin berdasarkan Kepmendikbudristek No. 447/P/2024:

  • Asisten Ahli (kelas jabatan 9): Rp 5.079.200
  • Lektor (kelas jabatan 11): Rp 8.757.600
  • Lektor Kepala (kelas jabatan 13): Rp 10.936.000
  • Profesor (kelas jabatan 17): Rp 19.280.000

Jika tukin dalam skema baru hanya dibayarkan sebagai selisih dari jumlah total yang ada di Kepmendikbudristek setelah dikurangi tunjangan profesi dan kehormatan, maka kebijakan ini dapat dianggap sebagai bentuk pengurangan hak dosen ASN.

Oleh karena itu, skema yang lebih adil adalah memastikan bahwa tukin dibayarkan penuh sesuai dengan besaran yang ditetapkan, tanpa pengurangan dari tunjangan lain yang telah ada sebelumnya.

Kesimpulan dan Harapan ke Depan

Skema baru tukin dosen yang disusun oleh Kementerian Keuangan menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari ketidakadilan dalam distribusi tunjangan, ketidakjelasan dalam pembayaran tunggakan tukin 2020-2024, hingga ketidakpastian mengenai besaran tunjangan yang akan diterima dosen. Jika tidak ada revisi kebijakan, maka hal ini bisa berdampak pada motivasi dosen dalam menjalankan tugas akademik dan riset di perguruan tinggi.

Sebagai solusi, pemerintah harus:

  1. Menetapkan satu standar nasional untuk tukin dosen ASN tanpa diskriminasi berdasarkan status PTN.
  2. Membayar tunggakan tukin dosen 2020-2024 sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
  3. Memastikan besaran tukin dalam skema baru sesuai dengan Kepmendikbudristek No. 447/P/2024 tanpa pengurangan dari tunjangan lain.
  4. Melibatkan asosiasi dosen dan akademisi dalam pembahasan kebijakan tukin agar skema yang diterapkan lebih adil dan transparan.

Dengan adanya perbaikan dalam skema tukin, diharapkan kesejahteraan dosen ASN dapat meningkat dan mendorong mereka untuk lebih berkontribusi dalam dunia akademik dan penelitian di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top