Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengajak perguruan tinggi (PT) di Indonesia untuk memperbanyak program vokasi. Langkah ini dianggap penting untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi bonus demografi, yaitu peningkatan jumlah angkatan kerja yang produktif. Dengan demikian, lulusan perguruan tinggi diharapkan lebih siap masuk ke dunia kerja.
“Perguruan tinggi seharusnya mulai beradaptasi dengan memperluas program-program vokasi, bukan hanya program akademik,” ungkap Muhadjir dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di hadapan Komisi X DPR, Jakarta, Selasa (2/7).
Muhadjir juga menekankan pentingnya konsep piramida pengetahuan. Dalam konsep ini, porsi terbesar harus diberikan kepada pendidikan kejuruan, vokasi, dan profesi. Dengan memperbanyak lulusan yang terampil di bidang-bidang ini, Indonesia akan lebih mampu memanfaatkan bonus demografi secara maksimal.
Daftar Isi
Mencegah Middle Income Trap dengan Vokasi
Menurut Muhadjir, Indonesia perlu memperbanyak lulusan yang berfokus pada pendidikan kejuruan dan vokasi. Jika tidak, negara berisiko terjebak dalam middle income trap, kondisi di mana sebuah negara sulit untuk meningkatkan pendapatan per kapita karena kurangnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus.
“Jika kita tidak mengembangkan vokasi, kita akan sulit meningkatkan kualitas SDM dan justru terjebak di level pendapatan menengah. Oleh karena itu, penting sekali bagi kampus untuk menyesuaikan kurikulumnya,” kata Muhadjir.
Profesi Dokter Tidak Perlu Terlalu Banyak
Selain itu, Muhadjir turut menyoroti profesi dokter yang menurutnya tidak perlu diperbanyak. Menurutnya, jumlah dokter yang banyak tidak akan menjawab kebutuhan yang ada, mengingat profesi ini memerlukan keahlian khusus dan hanya bisa ditekuni oleh orang-orang dengan kemampuan tertentu.
“Profesi dokter tidak perlu terlalu banyak. Yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kualitas tenaga kesehatan secara keseluruhan. Kalau terlalu banyak dokter, nanti tidak seimbang dengan jumlah pasien,” jelasnya.
Muhadjir menambahkan bahwa profesi tertentu memang membutuhkan keahlian tinggi dan tidak bisa digeluti oleh sembarang orang. Oleh karena itu, ia menyarankan perguruan tinggi untuk tidak terlalu fokus pada peningkatan jumlah lulusan di bidang profesional yang tidak sejalan dengan kebutuhan pasar kerja.
Kampus Harus Fokus pada Kebutuhan Dunia Kerja
Saat ini, banyak perguruan tinggi di Indonesia yang dianggap salah kaprah dengan terus memperbanyak lulusan profesional, meskipun tidak terlalu dibutuhkan dalam dunia kerja. Menurut Muhadjir, kampus-kampus seharusnya lebih memperbanyak program vokasi untuk memastikan lulusan siap memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.
“Banyak kampus yang masih berorientasi pada profesi, padahal kebutuhan di dunia nyata lebih membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian vokasi. Kita harus lebih ketat dan tegas dalam hal ini agar kampus benar-benar menghasilkan lulusan yang siap bekerja,” ungkap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Kesimpulan
Perubahan yang diusulkan oleh Muhadjir terkait fokus perguruan tinggi di Indonesia sangat relevan dengan tantangan yang dihadapi oleh negara dalam memanfaatkan bonus demografi. Program vokasi, menurutnya, menjadi kunci untuk mencegah Indonesia dari terjebak dalam middle income trap, sekaligus memastikan bahwa lulusan perguruan tinggi memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
FAQ
Bonus demografi adalah kondisi ketika jumlah angkatan kerja produktif lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia non-produktif, memberikan peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Muhadjir percaya bahwa lulusan dari program vokasi lebih siap menghadapi kebutuhan dunia kerja yang nyata, sehingga membantu Indonesia memanfaatkan bonus demografi dan menghindari middle income trap.
Middle income trap adalah situasi di mana suatu negara mengalami stagnasi ekonomi di level pendapatan menengah, karena kurangnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus.
Muhadjir berpendapat bahwa profesi dokter memerlukan keahlian khusus, dan memperbanyak dokter tidak selalu sejalan dengan kebutuhan dunia nyata, yang lebih membutuhkan tenaga kesehatan dengan keahlian vokasi.
Dalam piramida pengetahuan, pendidikan kejuruan dan vokasi berada di tingkat yang lebih tinggi karena lebih langsung terkait dengan keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
Perguruan tinggi perlu lebih banyak membuka program vokasi yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, daripada terus memperbanyak program akademik atau profesional yang tidak selalu relevan dengan pasar.