Coretax System

Coretax System: 7 Perubahan Penting dan Checklist Persiapan Wajib Pajak

Mulai tahun pajak 2025, Coretax System 2025 resmi menjadi “otak” baru administrasi perpajakan di Indonesia. Sistem ini dibangun sebagai Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) yang menggantikan infrastruktur lama dan mengintegrasikan seluruh proses utama: pendaftaran, pelaporan SPT, pembayaran, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak.Pajak+1

Penerapan Coretax diatur secara khusus melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Regulasi ini menjelaskan bagaimana hak dan kewajiban perpajakan akan dijalankan dalam ekosistem baru Coretax.Peraturan BPK+2Kementerian Keuangan Republik Indonesia+2

Artikel ini mengulas tujuh perubahan penting Coretax System 2025 menurut PMK 81/2024 dan panduan resmi DJP, serta memberikan checklist persiapan praktis bagi wajib pajak dan perusahaan.

1. Administrasi Pajak Berbasis Sistem Inti, Bukan Lagi “Patchwork” Aplikasi

Sebelum Coretax, banyak layanan pajak berjalan di aplikasi terpisah (DJP Online, e-Faktur, e-Billing, e-Bupot, dan lain-lain). Coretax mengubah pendekatan ini menjadi satu sistem inti yang mengelola proses bisnis secara end-to-end.Pajak+1

Implikasinya:

  • Data wajib pajak tersimpan dalam satu basis data yang terintegrasi.
  • Pelaporan, pembayaran, dan layanan lain saling terkoneksi secara otomatis.
  • Potensi inkonsistensi data antar aplikasi semakin berkurang.

Bagi wajib pajak, ini berarti alur kerja lebih terstruktur, tetapi juga lebih sedikit ruang untuk ketidakkonsistenan pelaporan.

2. PMK 81/2024 Menjadi “Buku Aturan” Baru Cara Lapor dan Bayar Pajak

PMK 81 Tahun 2024 tidak sekadar menyebut istilah Coretax, tetapi mengatur secara rinci: definisi, tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, pelaporan, pembayaran, sanksi, dan penyesuaian beberapa prosedur lama ke format sistem inti.Peraturan BPK+2Widyawan & Partners Library+2

Pokok-pokok pentingnya antara lain:

  • Penegasan bahwa pelaksanaan banyak kewajiban perpajakan kini dilakukan melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
  • Penyesuaian tata cara pelaporan SPT, penerbitan bukti potong, dan faktur pajak dengan format yang kompatibel dengan Coretax.
  • Pengaturan kembali mekanisme pembayaran dan pengkreditan pajak agar sinkron dengan data yang ada di sistem.

Artinya, SOP perpajakan internal perusahaan perlu ikut diperbarui agar selaras dengan ketentuan PMK 81/2024.

3. Perubahan Proses Bisnis: 21 Proses, 6 Langsung Menyentuh Wajib Pajak

Dalam artikel resmi DJP tentang Coretax, disebutkan bahwa sistem baru ini akan mengubah 21 proses bisnis, dan enam di antaranya berhubungan langsung dengan wajib pajak, antara lain registrasi, pembayaran, SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, bukti potong, dan layanan perpajakan tertentu.Pajak+1

Contoh perubahannya:

  • Alur pembuatan bukti potong/ pungut yang terintegrasi dengan pelaporan SPT Masa.
  • Proses pengisian SPT yang lebih banyak memanfaatkan data yang sudah terekam di sistem.
  • Layanan perpajakan (misal pengajuan permohonan tertentu) dilakukan melalui menu dan role yang lebih terstruktur di Coretax.

Ini menuntut adaptasi teknis dari staf pajak dan finance, karena tampilan dan langkah-langkah kerja tidak lagi sama dengan platform lama.

4. Integrasi Registrasi, Pembayaran, dan Pelaporan dalam Satu “Journey”

Menurut Buku Panduan Singkat dan Buku Panduan Ringkas Coretax DJP, Coretax memetakan ulang proses bisnis utama menjadi beberapa blok: registrasi, pembayaran, bukti potong & SPT Masa, faktur & SPT Masa PPN, serta layanan perpajakan.Pajak+2Pajak+2

Konsekuensi praktis:

  • Data dari tahap registrasi menjadi pondasi seluruh layanan. Jika data awal salah, seluruh proses berikutnya berisiko terganggu.
  • Bukti potong, faktur, dan SPT dilihat sebagai satu rangkaian, bukan transaksi terpisah.
  • Kesalahan di hulu (misalnya NPWP atau kode pajak salah) dapat langsung terdeteksi ketika menyusun SPT.

Dari sisi kepatuhan, desain ini mendorong transparansi dan konsistensi; dari sisi perusahaan, ini menuntut disiplin dokumentasi yang lebih tinggi.

Baca Juga: Coretax DJP: Pengertian, Fitur Utama, dan Cara Pakai

5. Pelaporan SPT Tahunan 2025 Mulai Beralih ke Coretax untuk Kelompok Tertentu

DJP telah menyampaikan bahwa mulai pelaporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2025, kelompok tertentu – seperti ASN, TNI, dan Polri – diwajibkan menggunakan Coretax DJP. Mereka diminta segera melakukan registrasi dan aktivasi akun di Sistem Inti Administrasi Perpajakan.Pajak+1

Ini mengindikasikan:

  • Ke depan, cakupan wajib pajak yang wajib menggunakan Coretax akan terus diperluas.
  • Wajib pajak badan dan orang pribadi non-pegawai pemerintah perlu mengantisipasi bahwa pola yang sama akan diterapkan bagi mereka.

Bagi perusahaan, ini momentum yang tepat untuk mulai beradaptasi, bukan menunggu sampai benar-benar diwajibkan.

6. Coretax Dirancang untuk Meningkatkan Kepatuhan Sukarela

DJP menegaskan bahwa salah satu tujuan utama Coretax adalah meningkatkan kepatuhan sukarela melalui sistem yang mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti (visi “MANTAP”).Pajak+1

Beberapa cara Coretax mendorong kepatuhan:

  • Integrasi data memudahkan DJP melakukan analisis risiko (risk-based compliance).
  • Sistem lebih mampu mengidentifikasi anomali pelaporan (misalnya mismatch antara bukti potong, faktur, dan SPT).
  • Dengan tampilan yang lebih modern dan alur yang jelas, diharapkan wajib pajak lebih “nyaman” untuk patuh.

Dari sudut pandang wajib pajak, pesan pentingnya: semakin rapi dokumentasi dan pembukuan Anda, semakin aman posisi kepatuhan pajak perusahaan.

7. Transisi Tidak Instan: Ada Masa Adaptasi yang Perlu Dikelola

Dalam artikel DJP tentang “Menyambut Coretax di 2025”, DJP secara eksplisit menyebutkan bahwa wajib pajak perlu mempersiapkan diri: memahami regulasi baru, mempelajari panduan Coretax, dan menyesuaikan proses internal.Pajak+1

Ini berarti:

  • Tidak semua fungsi lama langsung “dimatikan” di hari yang sama;
  • Beberapa layanan masih berjalan paralel selama periode transisi;
  • Namun, arah utama tetap menuju pemanfaatan penuh Coretax sebagai sistem inti.

Strateginya bukan menolak perubahan, tetapi mengelola transisi dengan perencanaan yang baik.

Checklist Persiapan Wajib Pajak Menghadapi Coretax System 2025

Berikut checklist praktis yang bisa digunakan perusahaan, kantor konsultan pajak, maupun wajib pajak perorangan yang serius ingin siap menghadapi Coretax:

A. Aspek Regulasi

  • Unduh dan pelajari PMK No. 81 Tahun 2024 (minimal ringkasan dan pasal yang relevan dengan jenis pajak yang Anda kelola).Kementerian Keuangan Republik Indonesia+1
  • Baca Buku Panduan Ringkas Coretax DJP dan Panduan Singkat Implementasi Coretax bagi Wajib Pajak dari situs resmi DJP.Pajak+1
  • Update kebijakan perpajakan internal (tax policy) agar menyebutkan penggunaan Coretax dan rujukan PMK 81/2024.

B. Aspek Data dan Sistem

  • Audit internal data wajib pajak (NPWP, NIK, alamat, status PKP, data pengurus) dan pastikan sudah mutakhir.
  • Cocokkan data pada sistem akuntansi/ERP dengan data pajak (akun PPh, PPN, objek pajak).
  • Susun format ekspor data yang mudah diinput ke Coretax (misalnya rekap SPT Masa, bukti potong, faktur).

C. Aspek SDM dan Proses

  • Identifikasi siapa saja di perusahaan yang akan memiliki role akses di Coretax (penanggung jawab, operator, reviewer).Pajak+1
  • Buat panduan internal (SOP) langkah demi langkah: mulai dari login, aktivasi akun, membuat kode billing, hingga submit SPT.
  • Selenggarakan pelatihan internal atau ikut workshop Coretax untuk tim pajak dan finance, agar mereka familiar dengan tampilan dan fitur baru.

D. Aspek Manajemen Risiko

  • Lakukan simulasi pelaporan menggunakan data historis untuk melihat potensi error dan bottleneck.
  • Siapkan timeline pelaporan yang lebih longgar pada periode awal implementasi (hindari menunggu mendekati deadline).
  • Tetapkan PIC yang bertugas memantau update terbaru dari DJP terkait perubahan fitur Coretax.

Coretax Bukan Sekadar Aplikasi, Tapi Cara Kerja Baru

Coretax System 2025 adalah milestone besar reformasi administrasi perpajakan di Indonesia. Sistem ini mengubah cara data pajak dikumpulkan, diproses, dan dianalisis, sekaligus mengubah cara wajib pajak berinteraksi dengan otoritas pajak.Pajak+1

Daripada melihatnya sebagai “beban baru”, lebih tepat bila Coretax dipandang sebagai kesempatan untuk merapikan tata kelola pajak perusahaan:

  • Proses internal menjadi lebih sistematis
  • Data pajak lebih akurat dan terdokumentasi
  • Risiko sanksi akibat salah administrasi dapat ditekan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top