Strategi Efektif Para Profesor Malaysia: Dari Penulisan Jurnal Ilmiah hingga Pemanfaatan ChatGPT dalam Pendidikan

Menulis jurnal ilmiah merupakan salah satu tantangan terbesar bagi para akademisi, terutama bagi mereka yang baru memulai. Di era teknologi seperti sekarang, fenomena Artificial Intelligence (AI) seperti ChatGPT juga menjadi topik hangat di kalangan pendidikan. Bagaimana para profesor di Malaysia menghadapi tantangan ini dan apa tips mereka untuk sukses dalam dunia akademis? Artikel ini mengulas strategi mereka dari mencari ide penelitian hingga pemanfaatan teknologi AI seperti ChatGPT.

Langkah Pertama dalam Mencari Ide Penelitian

Bagi akademisi, menemukan ide yang tepat untuk riset adalah langkah awal yang sangat krusial. Prof Ts Dr Ahmad Naim, Dekan Universiti Kuala Lumpur (UniKL), menyarankan untuk memulai pencarian ide dengan mengamati isu-isu global yang menjadi perhatian utama di dunia. “Tengok dan baca situs UN (United Nations/PBB). Biasanya current issue dan demand yang jadi fokus warga dunia bisa dilihat di situ. Kemudian ikuti tren dunia, seperti saat ini ada SDG’s (Sustainable Development Goals) yang terdiri dari 17 tujuan,” ungkap Prof Naim.

Mengikuti Tren Penelitian dengan Membaca Jurnal Terkini

Prof Dr Norhafezah Yusof, Dekan Universiti Utara Malaysia (UUM), menekankan pentingnya membaca jurnal ilmiah terbaru yang terindeks Scopus untuk mengetahui arah penelitian terkini. “Saya sarankan jurnal Scopus terbaru terbitan 3-5 tahun ke belakang. Dari situ bisa diketahui tren dan arah penelitian di suatu bidang,” jelasnya. Dengan demikian, akademisi dapat menyesuaikan penelitian mereka dengan tren yang sedang berkembang, sekaligus memastikan relevansi riset yang dilakukan.

Mengadaptasi Penelitian Berdasarkan Data Lokal

Selain mengikuti tren global, mengadaptasi penelitian dengan menggunakan data lokal juga merupakan langkah yang disarankan oleh Prof Norhafezah. Beliau menyarankan agar para peneliti memanfaatkan data lokal yang sering kali belum banyak dieksplorasi. “Misal kita tahu ada suatu penelitian itu, tapi datanya data US-UK yang sudah banyak diketahui orang. Nah data Indonesia atau data Malaysia belum ada, ini bisa jadi topik penelitian yang menarik,” katanya. Hal ini menunjukkan bahwa data lokal memiliki nilai yang sangat tinggi di dunia penelitian internasional.

Baca Juga: 96 Perguruan Tinggi Swasta di Jabar-Banten Terancam Tutup Karena Belum Terakreditasi

ChatGPT sebagai Alat Pendukung Riset

Dalam menghadapi fenomena AI seperti ChatGPT, banyak akademisi merasa khawatir akan dampaknya terhadap orisinalitas karya ilmiah. Namun, Prof Ahmad Naim memandang ChatGPT sebagai alat yang dapat meningkatkan kualitas penulisan mahasiswa. “Saya termasuk yang memandang ChatGPT adalah hal yang positif. Masalahnya bagaimana dosen ini bisa meningkatkan keterampilan di atas AI. Saya menggunakan ChatGPT untuk meningkatkan tesis dan penulisan mahasiswa saya,” ungkapnya.

Mengatasi Tantangan Penggunaan AI di Dunia Akademis

Menurut Prof Naim, meski ChatGPT dapat membantu, tetap ada peran penting dari pengetahuan manusia dalam menyempurnakan hasilnya. “Selalu ada gap atau perbedaan bila menggunakan ChatGPT. Nah gap ini, yang nggak besar-besar amat, diisi atau dilengkapi dengan pengetahuan penggunanya. Jadi seharusnya, dunia akademis tak anti dengan ChatGPT,” tegasnya.

Analisis dan Penyempurnaan Hasil dari ChatGPT

Dekan Institute Graduate Studies Universiti Teknologi MARA (UiTM), Prof Zuhaina Haji Zakaria, juga setuju bahwa ChatGPT sangat membantu dalam penelitian, namun tetap membutuhkan analisa lebih lanjut dari penggunanya. “Kita tak bisa ambil mentah-mentah dari ChatGPT, kan belum ada analisa kalau di ChatGPT. Nah setelah melalui ChatGPT, kita analisa dan perbaiki. If we can’t beat them, we join them,” ujar Prof Zuhaina, yang risetnya juga berfokus pada aplikasi AI.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top